BAB
I
BATASAN
HUKUM PERDATA INTERASIONAL
Banyak peristiwa hukum dalam kehidupan sehari-hari,
baik di bidang hukum perdata, pidana maupun bidang-bidang hukum lain, khususnya
hukum administrasi negara, dalam kenyataan menunjukkan adanya sifat khusus yang
membedakannya dari peristiwa-peristiwa hukum biasa. Perhatikan contoh-contoh
imaginer di bawah ini:
1. Seorang
warga negara ndonesia menikah dengan seorang warga negara Jepang di Tokyo, dank
arena salah satu pihak melakukan poligami, maka pihak yang lain menuntut
perceraian,
2. Perjanjian
jual beli antara seorang warga negara Indonesia dengan seorang warga negara
Amerika mengenai benda-benda yang ada di Inggris, dan perjanjian dibuat di
Jakarta; Pihak penjual kemudian ternyata melakukan wanprestasi sehingga
merugikan pembeli.
Bahkan di luar perkara-perkara hukum perdata di
atas, dapat pula terjadi peristiwa-peristiwa non-hukum perdata yang menunjukkan
kekhasan yang sama. Misalnya: seorang warganegara Indonesia di Saudi Arabia
melakukan tindak pidana di Saudi Arabia, atau Pemerintah Republik Indonesia
mengadakan kerja sama di bidang industri dengan sekumpulan
perusahaan-perusahaan swasta Jepang.
Contoh-contoh tadi menunjukkan kenyataan bahwa
sistem hukum/kaidah hukum nasional suatu negara sering kali dihadapkan pada
masalah-masalah hukum yang tidak sepenuhnya bersifat internasional, melainkan
menunjukkan adanya unsur-unsur asing (foreign
elemnts).
Hubungan/peristiwa hukum, baik di bidang hukum
privat atau publik, yang mengandung unsur-unsur asing itulah yang seharusnya
diatur oleh bidang hukum yang dikenal dengan sebutan Hukum Perdata
Internasional.
Bila Hukum Perdata Internasional mengatur
masalah-masalah yang juga berada diluar bidang hukum perdata, maka pertanyaan
yang timbul adalah mengapa bidang hukum ini disebut Hukum Perdata
Internasional.
Sebenarnya istilah Hukum Perdata Internasional atau
disingkat HPI memang dapat dianggap
salah kaprah, karena orang berusaha menterjemahkannya dari istilah-istilah International Privaat recht (Belanda)
atau Internationles Privaatrecht (Jerman).
Istilah-istilah itu kemudian diterjemahkan menjadi misalnya International Private Law (Inggris) dan
kemudian Hukum Perdata Internasional.
Di Inggris dan negara-negara Anglo-Saxon lainnya
sebenarnya untuk HPI digunakan istilah yang sebenarnya lebih memadai, yaitu Conflict
Of Laws, Namun, istilah inipun tidak terlalu tepat sebab Conflict Of
Laws memiliki cakupan yang lebih luas dan setara dengan pengertian Hukum
Perselisihan-perselisihan yang kita kenal di Indonesia.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa:
a. HPI
adalah bukan bagian dari Hukum Perdata;
b. HPI
adalah bagian dari Hukm Perselisihan.
Yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah HPI
dapat dikategorikan sebagai salah satu bagian dari Hukum Internasional (publik)
ataukah dari Hukum Nasional suatu negara. Dengan kata lain, dapatlah ditanyakan
apakah HPI bersumber pada sumber-sumber hukum Internasional, ataukah
sumber-sumber hukum nasional suatu negara.
HPI pada dasarnya merupakan bagian dari hukum
nasional suatu negara. Artinya juga, suatu tata hukum nasional seharusnya
diperlengkapi dengan suatu sistem HPI nasional yang bersumber pada
sumber-sumber hukum nasional. E. Hambro misalnya,
mengatakan bahwa:
‘The rules (of
private international law) may be common to several states, and may even be
established by international conventions or customs and in the latter case may
possess the character of true international law governing the relations between
states. But a part from this, it has to be considered that these rules form
part of municipal law.’
0 comments:
Post a Comment