Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab I & Bab II
BAB KE SATU
Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
(Berlaku bagi golongan Timur Asing, lain daripada Tiong Hoa, dan bagi
golongan Tiong Hoa)
Pasal 1
Menikmati hak perdata
tidaklah tergantung pada hak kenegaraan
Pasal 2
Anak yang ada dalam
kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga
kepentingan si anak menghendakinya.
Mati sewaktu
dilahirkannya, dianggaplah ia tak pernah telah ada.
Pasal 3
Tiada suatu hukuman
pun mengakibatkan kematian perdat, atau kehilangan segala hak kewarganegaraan.
BAB KE DUA
Tentang Akta-Akta Catatan Sipil
(Tak berlaku bagi golongan Timur Asing, lain dari pada Tiong Hoa, dan
golongan Tiong Hoa)
Bagian Ke Satu
Tentang Akta-Akta Catatan Sipil
Pasal 4
Dengan tak mengurangi
ketentuan dalam pasal 10
Ketentuan-Ketentuan Umum Perundang-Undangan di Indonesia, bagi orang-orang
bangsa Eropa di seluruh Indonesia ada register-register buat kelahiran,
pemberitahuan kawin, izin kawin, perkawinan dan perceraian dan kematian.
Pegawai-pegawai yang
diwajibkan menyelenggarakan register-register tersebut, dinamakan
pegawai-pegawai catatan sipil.
Pasal 5
Presiden, setelah
mendengar Mahkamah Agung, menentukan dengan peraturan tersendiri. Berdasar atas
ketentuan-ketentuan undang-undang Belanda tentang catatan sipil, tempat-tempat
dimana, oleh siapa-siapa dan dengan cara bagaimana register-register itu harus
diselenggarakan, seperti pun cara bagaimana akta-akta harus disusun dan
syarat-syarat apa dalam itu harus diperhatikan. Dalam peraturan itu pun harus
dicantumkan juga hukuman-hukuman yang di ancamkan terhadap
pelanggaran-pelanggaran oleh pegawai catatan sipil sekadar perihal ini tidak
atau belum teratur dengan ketentuan-ketentuan undang-undang tentang hukum
pidana.
Bagian Ke Dua
Tentang nama-nama, perubahan nama-nama dan erubahan nama-nama depan
(Tak berlaku bagi golongan Timur Asing, lain dari pada Tiong Hoa, dan
golongan toing Hoa)
Pasal 5a
Anak-anak sah, seperti
pun anak-anak tak sah namun telah diakui oleh bapak mereka, memakai nama
keturunan si bapak; anak-anak tak sah yang tak di akui si bapak, memakai nama
keturunan ibu mereka.
Pasal 6
Tiada seorangpun
diperbolehkan mengubah nama keturunannya, atau menambahkan nama lain pada
namanya tanpa izin dari Presiden.
Barangsiapa nama keturunan atau nama-nama
depannya tak diketahui, diperbolehkan mengenakan suatu nama keturunan atau
nama-nama depan; asal dengan izin dari Presiden.
Pasal 7
Permintaan untuk izin
itu tak dapat dikabulkan, melainkan setelah lewat waktu empat bulan lamanya,
terhitung mulai hari permintaan dalam Berita Negara diumumkannya.
Pasal 8
Dalam tenggang waktu
tersebut dalam pasal yang lalu. Pihak-pihak yang berkepentingan, dengan suatu
surat permintaan yang harus dimajukan kepada Presiden, diperbolehkan
mengemukakan keberatan-keberatan mereka terhadap sesuatu permintaan untuk izin
tersebut, keberatan-keberatan mana harus disertai dengan alasan-alasan, atas
nama mereka mendasarkannya.
Pasal 9
Apabila dalam hal
tersebut dalam ayat ke satu pasal 6, sesuatu permintaan dikabulkan, maka surat
penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal si
peminta, pegawai mana harus membukukannya dalam register-register yang sedang
berjalan, dan mencatatnya pula dalam jihat akta kelahiran si peminta.
Surat penetapan,
dengan mana permintaan yang di majukan menurut ayat kedua pasal 6 dikabulkan
harus dibukukan dalam register kelahiran yang sedang berjalan ditempat tinggal
yang berkepentingan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43 (1) Reglemen
Penyelenggaraan Register-register catatan Sipil bagi orang-orang Eropa, dicatat
pula dalam jihat akta kelahiran.
Jika suatu permintaan
seperti termaksud dalam ayat yang lalu ditolak, maka Presiden boleh memberikan
suatu nama keturunan atau nama-nama depan kepada yang berkepentingan. Dengan penetapan
ini harus dilakukan seperti dalam ayat yang lalu.
Pasal 10
Memperoleh suatu nama
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam empat pasal yang lau. Sekali-kali tak
boleh ditonjolkan guna membuktikan adanya kesanaksaudaraan.
Pasal 11
Tiada seorangpun
diperbolehkan mengubah nama depannya atau menambahkan nama-nama depan pada nama
depannya, tanpa izin dari Pengadilan Negeri tempat tinggalnya atas permintaan
untuk itu, dan setelah mendengar Jawatan Kejaksaan.
Pasal 12
Apabila Pengadilan
Negeri mengizinkan sesuatu perubahan nama depan atau penambahan nama depan,
maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat
kelahiran sipeminta, pegawai mana harus membukukannya dalam register yang
sedang berjalan dan mencatatnya pula dalam jihat akta kelahiran.
BAGIAN KETIGA
Tentang pembetulan akta-akta catatan sipil dan tentang penambahan di
dalamnya
(Tak berlaku bagi golongan Timur Asing, lain dari pada Tiong Hoa, dan
bagi golongan Tiong Hoa)
Pasal 13
Jika register-register
tak pernah ada, atau telah hilang, diubah, sobek, dimatikan, digelapkan atau
dirusak;jika beberapa akta tiada di dalamnya atau jika akta-akta yang telah
dibukukan memperlihatkan telah terjadinya kekhilafan, kekurangan atau
kekeliruan lainnya, maka yang demikian itu dapat dijadikan alasan untuk
mengadakan penambahan atau pembetulan dalam register-register itu.
Pasal 14
Permintaan untuk itu
hanya boleh dimajukan kepada Pengadilan Negeri, yang mana dalam daerah hukumnya
register-register itu nyata telah, atau sedianya harus diselenggarakannya.
Pengadilan mana setelah mendengar Jawatan Kejaksaan, sekiranya ada alasan untuk
itu, dan mendengar pula pihak-pihak yang berkepentingan, dengan tak mengurangi
kemungkinan untuk mohon banding., akan mengambil keputusannya.
Pasal 15
Keputusan itu hanya
berlaku antara pihak-pihak yang telah memintanya atau yang dalam itu pernah
dipanggil.
Pasal 16
Semua keputusan
tentang pembetulan atau penambahan akta-akta., apabila telah mendapat kekuatan
mutlak, harus dibukuka oleh pegawai catatan sipil dalam register-register yang
sedang berjalan, segera setelah keputusan itu diperlihatkan kepadanya,
sedangkan jika keputusan-keputusan itu mengandung suatu pembetulan haruslah hal
ini dicatat pula dalam jihat akta yang dibetulkan, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam Reglemen tentang Penyelenggaraan Register Catatan
Sipil.
Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Jika
Bab III
Hal-Hal
Yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
Pasal
44
1. Barangsiapa
melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya
cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penykit, tidak dipidana.
2. Jika
ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya
karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim
dapat memerintahkan supaya orang itu dapat dimasukkan ke rumah sakit jiwa,
paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
3. Ketentuan
dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan
Pengadilan Negeri.
Pasal
45
Dalam
hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu
perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan:
Memerintahkan suoaya yang bersalah dikembalikan
kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun;
Atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan
kepada pemerintah tanpa pidana apapun jika perbuatan merupakan kejahatan atau
salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497,
503-505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun
sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu
pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau
menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal
46
1. Jika
hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia
dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari
pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada
seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan
hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk
menyelenggarakan pendidikannya, atau dikemudian hari, atas tanggungan
pemerintah dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang
yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.
2. Aturan
untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 47
1.
Jika hakim menjatuhkan pidana, maka
maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga.
2. Jika
perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
3.
Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b,
nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan.
Pasal 48
Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya
paksa, tidak dipidana.
Pasal 49
1.
Tidak dipidana, barangsiapa melakukan
perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain,
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada
serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan
hukum.
2.
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas,
yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau
ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 50
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
ketentuan undang-undang tidak dipidana.
Pasal 51
1.
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,
tidak dipidana.
2.
Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak
menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik
mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk
dalam lingkungan pekerjaannya.
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan
pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan
perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan
kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 53
Bilamana ada waktu melakukan kejahatan digunakan
bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat
ditambah sepertiga.
Hakikat Makna Lingkungan Hidup
Manusia dalam menjalani kehidupannya agar ia bisa
bertahan untuk hidup, tidak bisa lepas dari lingkungan hidup, seperti air,
udara, tanah dan lain sebagainya.
Air
(terutama air minum) berguna untuk keperluan metabolisme tubuh. Jika
manusia kekurangan air, maka terjadi gangguan jaringan tubuh seperti tubuh
manusia kekurangan air, maka terjadi gangguan jaringan tubuh seperti tubuh
manusia menjadi lemah atau tidak berdaya. Demikian pula untuk keperluan lain,
air dipergunakan oleh manusia dalam bercocok tanam (pertanian), sumber
pembangkit tenaga listrik. Air juga dipergunakan untuk kegiatan peternakan
maupun perikanan.
Udara
sangat diperlukan oleh manusia dalam proses bernafas. Oleh karena itu udara
yang dihirupnya harus sehat, bersih dan segar, agar manusia dalam proses
bernafas tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan tubuhnya.
Tanah
merupakan unsur lingkungan hidup yang tidak bisa ditinggalkan manusia,
karena tanah merupakan tempat berpijaknya manusia, landasan pemukiman, media (sarana)
bagi manusia untuk beraktifitas. Selain itu di dalam tanah itu sendiri terdapat
potensi berupa benda, zat (padat maupun cair) yang dipergunakan dalam kehidupan
manusia, seperti adanya benda-benda hasil tambang antara lain minyak, biji
besi, batu bara, emas, alumunium, termasuk air dalam tanah dan sebagainya. Di
samping itu tanah juga diperlukan untuk kelangsungan hidup hewan dan
tumbuh-tumbuhan.
Di samping itu ada lingkungan hidup
lainnya yang mempengaruhi kehidupan manusia seperti keberadaan hewan-hewan dan
tumbuh-tumbuhan dan juga tak kalah memberi pengaruh lainnya seperti iklim (suhu,
hujan, panas, angin)
Berdasarkan uraian di atas, sangat
relevan sekali untuk dicermati pengertian Lingkungan Hidup yang dinyatakan
dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 1997:
“Lingkungan
Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.”
Para pakar/ahli lingkungan dan hukum
lingkungan juga memberikan pengertian terhadap istilah lingkungan hidup dengan
maksud agar dapat dipahami sebagai hakikat makna lingkungan hidup, seperti:
1. Prof. Dr. Otto Soemarwoto
Mengemukakan bahwa istilah lingkungan mengandung
arti sebagai jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita
tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
2. Prof. Mr. Munadjat Danusaputro
menyatakan bahwa istilah lingkungan hidup sebagai
semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya
yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan
kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
3. Prof. Dr. Fuad Amsyari, Phd
Mengemukakan pembagian lingkungan menjadi tiga
kelompok dengan maksud memudahkan dalam menjelaskan tentang lingkungan itu
sendiri. Pertama adalah lingkungan
fisik (psysical environment), yaitu
segala sesuatu disekitar manusia yang berbentuk benda mati seperti rumah,
kendaraan, gunung, udara, air dan lain-lain. Kedua adalah lingkungan biologis (biological environment) yaitu segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia yang berupa organisme hidup selain manusia itu sendiri, seperti
binatang-binatang dari yang besar sampai yang paling kecil dan tumbuh-tumbuhan dari
yang terbesar sampai yang terkecil.
Ketiga adalah
lingkungan sosial (social environment)
yaitu sesama manusia diantara kehidupan manusia itu sendiri, seperti tetangga,
teman-teman, bahkan orang lain yang belum dikenal sekalipun.
4.
Prof.
Dr. Daud Silalahi. SH..,
Mengemukakan
bahwa istilah lingkungan hidup harus diartikan luas, yaitu meliputi tidak saja
lingkungan fisik, biologi, melainkan lingkungan ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan uraian yang telah di
kemukakan, secara sederhana lingkungan hidup tersebut dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Lingkungan
hayati, meliputi organisme yang hidup di luar manusia;
2. Lingkungan
kondisi/daya, meliputi angina, iklim, energy;
3. Lingkungan
fisik dan benda-benda mati meliputi tanah, air, udara, gunung, kendaraan,
rumah, dan benda-beda lainnya;
4. Lingkungan
sosial meliputi interaksi antar manusia termasuk perilakunya.
Hubungan Antara Perikatan Dan Perjanjian
Perikatan
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak menuntut sesuatu,
dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban
memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang.
Pehubungan antara dua orang atau dua
pihak tadi, adalah suatu perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si
berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang.
Pejanjian
adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau
di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanaka sesuatu hal. Dari peristiwa
ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan.
Perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu
berupa suatu rngkaian perkataan yang mengandung jani-janji atau kesanggupan
yang diucapkan atau ditulis.
Hubungan
antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya sumber-sumber
lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju
untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan
persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena
ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Perjanjian
merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. merupakan sumber
terpenting yang melahirkan perikatan. Namun, sumber-sumber lain yang melahirkan
suatu perikatan dari “perjanjian” da ada perikatan yang lahir
dari “undang-undang”.
Sumber-sumber yang tercakup dalam
satu nama, yaitu undang-undang diperinci lagi. Dibedakan antara undag-undang
saja, dengan undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang, sedangkan
yang terakhir ini diperinci pula, yaitu dibedakan antara perbuatan yang halal
dan perbuatan melanggar hukum.
Undang-undang meletakkan kewajiban kepada orang tua
dan anak untuk saling memberikan nafkah. Ini adalah suatu perikatan yang lahir
dari undang-undang semata-mata atau dari undang-undang saja. Antara pemilik-pemilik
pekarangan yang bertentangan, berlaku beberapa hak dan kewajiban yang
berdasarkan atas ketentuan-ketentuan undang undang (Pasal 625 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Jika seseorang dengan sukarela dengan tidak mendapat
perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain, maka ia berkewajiban untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili
kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu.
Pihak yang kepentingannya diwakili diwajibkan
memenuhi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh si wakil itu atas namanya, dan
menggantikan semua pengeluaran yang sudah dilakukan oleh si wakil tadi.
Antara dua orang itu ada suatu perikatan yang lahir
dari undang-undang karena perbuatan seorang. Dalam hal ini, perbuatan orang
tadi adalah suatu perbuatan yang halal. Antara dua orang tersebut oleh undang-undang
ditetapkan beberapa hak dan kewajiban yang harus mereka indahkan seperti hak
dan kewajiban yang timbul dari perjanjian (Pasal
1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu
utang. Apa yang dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali.
Antara orang yang membayar tanpa diwajibkan dan orang yang menerima pembayaran,
oleh undang-undang ditetapkan suatu perikatan. Orang yang membayar berhak
menuntutnya kembali, sedangkan orang yang menerima pembayaran berkewajiban
mengembalikan pembayaran itu (Pasal 1359
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut. Di sini pun ada suatu kejadian, di mana oleh
undang-undang ditetapkan suatu perikatan antara dua orang, yaitu antara orang
yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan orang yang menderita kerugian
karena perbuatan tersebut. Perikatan ini lahir dari “undang-undang” karena
perbuatan seorang, dalam hal ini suatu
perbuatan yang melanggar hukum.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (BAB II)
Pidana
Pasal
10
Pidana
terdiri atas:
a.
Pidana pokok:
1. Pidana
mati;
2. Pidana
penjara;
3. Pidana
kurungan;
4. Pidana
denda;
5. Pidana
tutupan.
b.
Pidana tambahan:
1. Pencabutan
hak-hak tertentu;
2. Perampasan
barang-brang tertentu;
3. Pengumuman
putusan hakim.
Pasal
11
Pidana
mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang
terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan
termpat terpidana berdiri.
Pasal
12
1.
Pidana penjara ialah seumur hidup atau
selama waktu tertentu.
2.
Pidana penjara selama waktu tertentu
paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahu berturut-turut.
3.
Pidana penjara selama waktu tertentu
boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang
pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan
pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup
dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima
belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan
atan karena ditentukan pasal 52.
4.
Pidana penjara selama waktu tertentu
sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Pasal
13
Para
terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan.
Pasal
14
Terpidana
yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan
kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.
Pasal
14a
1.
Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara
paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan
pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana
tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang
menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis,
atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang
mungkin ditentukan dalam perintah itu.
2. Hakim
juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara
mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda,
tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin
diperintahkan pula akan sangat memberatkan terpidana. Dalam menerapkan ayat
ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai
penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan
bahwa dalam hal dijatuhi pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat
2.
3. Jika
hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai
pidana tambahan.
4. Perintah
tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan
bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa
terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika
sekiranya ditetapkan.
5.
Perintah tersebut dalam ayat 1 harus
disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.
Pasal 14b
1.
Masa percobaan bagi kejahatan dan
pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga
tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.
2. Masa
percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan
kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.
3.
Masa percobaan tidak dihitung selama
terpidana ditahan secara sah.
Pasal 14c
1.
Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a,
kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa
terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat
khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa
percobannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan
oleh tindak pidana tadi.
2. Apabila
hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan
atas salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan
536, maka boleh ditetapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku
terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama masa dari
sebagaian dari masa percobaan.
3.
Syarat-syarat tersebut di atas tidak
boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.
Pasal 14d
1.
Yang diserahi mengawasi supaya
syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan
putusan, jika kemudian ada perintah untuk menjalankan putusan.
2. Jika
ada alasan, hakim dalam perintahnya boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk
badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah
penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya
memberi pertolongan dan bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat
khusus.
3.
Atauran-aturan lebih alnjut mengenai
pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin
rumah penampungan yang dapat diserahi memberi bantuan itu, diatur dengan
undang-undang.
Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal 14d ayat 1, atau atas
permintaan terpidana, hakim yang memutuskan perkara dalam tingkat pertama,
selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu
berlaku syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh
memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya
memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan
satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat
ditetapkan untuk masa percobaan.
Pasal 14f
1.
Tanpa mengurangi ketentuan pasal di
atas, maka atas usul pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang
memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya
dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana,
yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan
karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat
lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi
pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana sebelum masa
percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim harus menentukan juga
cara bagaimana memberi peringatan itu.
2.
Setelah masa percobaan habis, perintah
supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa
percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam
masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanaan yang
menjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi
tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya di jalankan, karena
melakukan tindak pidana tadi.
Pasal 15 [1]
1.
Jika terpidana telah menjalani dua
pertiga hari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang
sekurang-kurangnya harus Sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan
bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut,
pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
2. Ketika
memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta
ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
3.
Masa percobaan itu hanya lamanya sama
dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika
terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
Pasal 15a
1.
Pelepasan bersyarat diberikan dengan
syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan
lain yang tidak baik.
2. Selain
itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana,
asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.
3. Yang
diserahi mengawasi supaya segala syarat di penuhi ialah pejabat tersebut dalam
pasal 14d ayat 1.
4. Agar
supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang
semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.
5. Selama
masa percobaan, syarat-syarat dapat di ubah atau dihapus atau dapat diadakan
syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus.
Pengawasn khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang
semula diserahi.
6.
Orang yang mendapat pelepasan bersyarat
diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal
tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.
Pasal 15b
1.
Jika orang yang diberi pelepasan
bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat
tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada
sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
2. Waktu
selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak
termasuk waktu pidananya.
3.
Jika tiga bulan setalah masa percobaan
habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum
waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana dalam
masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap.
Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan
menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidanda
selama masa percobaan.
Pasal 16
1.
Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan
oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus
penjara dari tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa
tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur
oleh Menteri Kehakiman.
2. Ketentuan
mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a
ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar
dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu
pendapat Dewan Reklasering Pusat.
3. Selama
pelepasan bersyarat masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat di
mana dia berada, orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga
ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa
percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam
surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri
Kehakiman.
4.
Waktu penahanan paling lama enam puluh
hari. Jika penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau
pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani
pidananya mulai hari ditahan.
Pasal 17
Contoh surat pas dan
peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur dengan undang-undang.
Pasal 18
1.
Pidana kurungan paling sedikit satu hari
dan paling lama satu tahun.
2. Jika
ada pemberatan pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau
karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun
empat bulan.
3.
Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh
lebih dari satu tahun empat bulan.
Pasal 19
1.
Orang yang dijatuhi pidana kurungan
wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan
aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.
2.
Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan
dari pada orang yang dijatuhi pidana penjara.
Pasal 20
1.
Hakim yang menjatuhkan pidan penjara
atau pidana kurugan paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat
mengizinkan terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu
kerja.
2. Jika
terpidana yang mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang
telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia
harus menjalani pidananya seperti biasa, kecuali karena tidak datangnya itu
bukan karena kehendak sendiri.
3.
Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan
kepada terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun
sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana
terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak mempunyai
tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri
Kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah
lain.
Pasal 22
1.
Terpidana yang sedang menjalani pidana
hilang kemerdekaan di suatu tempat yang di gunakan untuk menjalani pidana
penjara atau pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana hilang
kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu
juga.
2. Pidana
kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani
pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu.
Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya
sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan di
tetapkan dengan undang-undang.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana
kurungan boleh di wajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat
orang-orang terpidana.
Pasal 25
Yang tidak boleh
diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah:
1. Orang-orang
yag dijatuhi pidana penjara seumur hidup;
2. Para
wanita;
3. Orang-orang
yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan demikian.
Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat
terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa
terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja diluar tembok tempat orang-orang
terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan
pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan
tahun; tidak boleh dengan pecahan.
Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanaka
di satu tempat, asal saja terpisah.
Pasal 29
1.
Hal menunjuk temoat untuk menjalani
pidana penjara, pidana kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur
dan mengurus tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam
golongan-golongan, hal mengatur pekerjaan, upah pekerjaan, dan perumahan
terpidana yang berdiam di luar penjara, hal mengatur pemberian pengajaran,
penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan,
dan pakaian, semua itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab
undang-undang ini.
2.
Jika perlu, Meneteri Kehakiman menetapkan
aturan rumah tangga untuk termpat-tempat orang terpidana.
Pasal 30
1.
Pidana denda paling sedikit tiga rupiah
tujuh puluh lima sen.
2. Jika
pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
3. Lamanya
pidana kurungan pengganti paking sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
4. Dalam
putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian: Jika
pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang, dihitung satu hari;
jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tipa-tiap tujuh rupiah lima puluh
sen dihitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup
tujuh rupiah lima puluh sen.
5. Jika
ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan,
atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama
delapan bulan.
6.
Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak
boleh lebih dari delapan bulan.
Pasal 31
1.
Terpidana dapat menjalani pidana
kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda.
2. Ia
selalu membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan membayar
dendanya.
3.
Pembayaran sebagian dari pidana denda,
baik sebelum maupunsesudah mulai menjalani pidana kurungan pengganti,
membebaskan terpidana dari sebagian pidana kurungan yang seimbang dengan bagian
yang dibayarnya.
Pasal 32
1.
Pidana penjara dan pidana kurungan mulai
berlaku bagi terpidana yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika
putusan hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika
putusan hakim mulai dijalankan.
2.
Jika dalam putusan hakim dijatuhkan
pidana penjara dan pidana kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian
putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama,
sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena keda\ua atau salah
satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika
putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana
penjara habis.
Pasal 33
1.
Hakim dalam putusannya boleh menentukan
bahwa waktu selama terpidana ada dalam tahanan sementara sebelum putusan
menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian dipotong dari pidana penjara selama
waktu tertentu dari pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan
kepadanya; dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat
3.
2. Waktu
selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasarkan surat
perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu dinyatakan
khusus dalam putusan hakim.
3.
Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam
hal terdakwa oleh sebab dituntut berbareng karena melakukan beberapa tindak
pidana, kemudian dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan
kepadanya waktu ditahan sementara.
Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara dijatuhi pidana
penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan
persetujuannya mengajukan permohonan ampun, maka waktu mulai permohonan
diajukan hingga ada Presiden, titik dihitung sebagai waktu menjalani pidana,
kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa
waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalanai pidana.
Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan
diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai
waktu menjalani pidana.
Pasal 35
1.
Hak-hak terpidana yang dengan putusan
hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang
ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
1. Hak
memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. Hak
memasuki Angkatan Bersenjata;
3. Hak
memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan
umum;
4. Hak
menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi
wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan
anak sendiri;
5. Hak
menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak
sendir;
6. Hak
menjalankan mata pencarian tertentu.
2.
Hakim tidak berwenang memecat seseorang
pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa
lain untuk pemecatan itu.
Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan
tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang
diterangkan dalam Buku Kedua, dapat dicabut dalam hal pemidanaan karena
kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu
jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan
pada terpidana karena jabatannya.
Pasal 37
1.
Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali
pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas
orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
1. Orang
tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama dengan anak
yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;
2. Orang
tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya,
melakukan kejahatan yang tersebut dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX
Buku Kedua.
2.
Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak
boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan
undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan
wali dan kekuasaan pengampu.
Pasal 38
1.
Jika dilakukan pencabutan hak, hakim
menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
1. Dalam
hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur
hidup;
2. Dalam
hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya
pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama
dari pidana pokoknya;
3. Dalam
hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak
lima tahun.
2.
Pencabutan hak mulai berlaku pada hari
putusan hakim dapat dijalankan.
Pasal 39
1.
Barang-barang kepunyaan terpidana yag
diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan
kejahatan, dapat dirampas.
2. Dalam
hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena
pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang
ditentukan dalam undang-undang.
3.
Perampasan dapat dilakukan terhadap
orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas
barang-barang yang telah disita.
Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun
mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang dengan melanggar
aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu,
atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan
pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas
barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang
tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun.
Pasal 41
1.
Perampasan atas barang-barang yang tidak
disita sebelumnya, diganti menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu
tidak diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak
dibayar.
2. Pidana
kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
3. Lamanya
pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai berikut:
tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang dihitung satu hari; jika lebih dari
tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung
paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah
lima puluh sen.
4. Pasal
31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
5.
Jika barang-barang yang dirampas
diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga dihapus.
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana
kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan
perampasan menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan
berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia
harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya
terpidana.
Penggelapan (Buku II Bab XXIV KUHP)
BAB XXIV PENGGELAPAN Pasal 372 Baragsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian a...