Bab
I
Batas-Batas
Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan
Pasal
1 (Asas legalitas)
1. Suatu
perbuatan tidak dapat di pidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada.
2. Bilamana
ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Pasal
2 (Asas teritorial)
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
di terapkan bagi setiap orag yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Pasal
3 (Asas teritorial)
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak
pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia
Pasal
4 (Asas nasional pasif/Asas perlindungan)
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
1.
Salah satu kejahatan berdasarkan
pasal-pasal 104, 106, 107, 108, dan 131;
2.
Suatu kejahatan megenai mata uang atau
uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai
yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;
3.
Pemalsuan surat hutang atau sertifikat
hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian
daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda
bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di
atas, yang palsu atau di palsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
4.
Salah satu kejahatan yang tersebut dalam
pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447
tentang penyerahan kendaran air kepada kekuasaan bajak laut dan pasa 479 huruf
j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf , m,
n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.[1]
Pasal
5
1. Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di
luar Indonesia melakukan:
1.
Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab
I dan Bab II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451;
2.
Salah satu perbuatan yang oleh suatu
ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai
kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan
dilakukan diancam dengan pidana.
2. Penuntutan
perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh
menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
Pasal
6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi
sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut
perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak
diancamkan pidana mati.
Pasal
7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap pejabat ang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak
pidana sebagaimana dimaksudkan dalam bab XXVIII Buku Kedua.
Pasal
8
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia,
sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana
dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang
tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun
dalam Ordonansi Perkapalan.
Pasal
9
Diterapkannya pasal-pasal 2 – 5, 7, dan 8 dibatasi
oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
0 comments:
Post a Comment