Blog ini digunakan guna berbagi segala jenis ilmu pengetahuan yang akan dipahami oleh semua kalangan terutama ilmu mengenai Hukum yang dipelajari di Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (BAB II)


Pidana
Pasal 10
Pidana terdiri atas:
a.       Pidana pokok:
1.      Pidana mati;
2.      Pidana penjara;
3.      Pidana kurungan;
4.      Pidana denda;
5.      Pidana tutupan.
b.      Pidana tambahan:
1.      Pencabutan hak-hak tertentu;
2.      Perampasan barang-brang tertentu;
3.      Pengumuman putusan hakim.

Pasal 11
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan termpat terpidana berdiri.

Pasal 12
1.      Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
2.      Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahu berturut-turut.
3.      Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atan karena ditentukan pasal 52.
4.      Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

Pasal 13
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan.

Pasal 14
Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.

Pasal 14a
1.      Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu.
2.      Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan terpidana. Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhi pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
3.      Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
4.      Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
5.      Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.

Pasal 14b
1.      Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.
2.      Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.
3.      Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.

Pasal 14c
1.      Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
2.      Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh ditetapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama masa dari sebagaian dari masa percobaan.
3.      Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.

Pasal 14d
1.      Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemudian ada perintah untuk menjalankan putusan.
2.      Jika ada alasan, hakim dalam perintahnya boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.
3.      Atauran-aturan lebih alnjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi memberi bantuan itu, diatur dengan undang-undang.

Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal 14d ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutuskan perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat ditetapkan untuk masa percobaan.

Pasal 14f
1.      Tanpa mengurangi ketentuan pasal di atas, maka atas usul pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana memberi peringatan itu.
2.      Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanaan yang menjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya di jalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.

Pasal 15 [1]
1.      Jika terpidana telah menjalani dua pertiga hari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus Sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
2.      Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
3.      Masa percobaan itu hanya lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.

Pasal 15a
1.      Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.
2.      Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.
3.      Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat di penuhi ialah pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.
4.      Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.
5.      Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat di ubah atau dihapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus. Pengawasn khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.
6.      Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.

Pasal 15b
1.      Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
2.      Waktu selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.
3.      Jika tiga bulan setalah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana dalam masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidanda selama masa percobaan.
Pasal 16
1.      Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara dari tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.
2.      Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.
3.      Selama pelepasan bersyarat masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat di mana dia berada, orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
4.      Waktu penahanan paling lama enam puluh hari. Jika penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya mulai hari ditahan.

Pasal 17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur dengan undang-undang.

Pasal 18
1.      Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
2.      Jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.
3.      Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.
Pasal 19
1.      Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.
2.      Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan dari pada orang yang dijatuhi pidana penjara.

Pasal 20
1.      Hakim yang menjatuhkan pidan penjara atau pidana kurugan paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
2.      Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani pidananya seperti biasa, kecuali karena tidak datangnya itu bukan karena kehendak sendiri.
3.      Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.

Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah di mana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak mempunyai tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaan terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.

Pasal 22
1.      Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu tempat yang di gunakan untuk menjalani pidana penjara atau pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana hilang kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu juga.
2.      Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu.

Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan di tetapkan dengan undang-undang.

Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh di wajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 25
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah:
1.      Orang-orang yag dijatuhi pidana penjara seumur hidup;
2.      Para wanita;
3.      Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan demikian.

Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja diluar tembok tempat orang-orang terpidana.

Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan.

Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanaka di satu tempat, asal saja terpisah.

Pasal 29
1.      Hal menunjuk temoat untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau kedua-duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam golongan-golongan, hal mengatur pekerjaan, upah pekerjaan, dan perumahan terpidana yang berdiam di luar penjara, hal mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semua itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.
2.      Jika perlu, Meneteri Kehakiman menetapkan aturan rumah tangga untuk termpat-tempat orang terpidana.

Pasal 30
1.      Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
2.      Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
3.      Lamanya pidana kurungan pengganti paking sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
4.      Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian: Jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang, dihitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tipa-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
5.      Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.
6.      Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Pasal 31
1.      Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda.
2.      Ia selalu membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan membayar dendanya.
3.      Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupunsesudah mulai menjalani pidana kurungan pengganti, membebaskan terpidana dari sebagian pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya.

Pasal 32
1.      Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan hakim mulai dijalankan.
2.      Jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena keda\ua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.

Pasal 33
1.      Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu selama terpidana ada dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian dipotong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3.
2.      Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim.
3.      Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab dituntut berbareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan sementara.

Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, maka waktu mulai permohonan diajukan hingga ada Presiden, titik dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalanai pidana.

Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.

Pasal 35
1.      Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
1.      Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2.      Hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3.      Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
4.      Hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5.      Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendir;
6.      Hak menjalankan mata pencarian tertentu.
2.      Hakim tidak berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.

Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat dicabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana karena jabatannya.

Pasal 37
1.      Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
1.      Orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;
2.      Orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan yang tersebut dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
2.      Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu.

Pasal 38
1.      Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
1.      Dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup;
2.      Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
3.      Dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.
2.      Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.

Pasal 39
1.      Barang-barang kepunyaan terpidana yag diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
2.      Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
3.      Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang dengan melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun.

Pasal 41
1.      Perampasan atas barang-barang yang tidak disita sebelumnya, diganti menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak dibayar.
2.      Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
3.      Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang dihitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
4.      Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
5.      Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga dihapus.

Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.

Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.



[1] Pembebasan Bersyarat

Share:

0 comments:

Post a Comment

Penggelapan (Buku II Bab XXIV KUHP)

BAB XXIV PENGGELAPAN Pasal 372 Baragsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian a...

Pages

Ads by Google

Get This Pop-up Window

Your Adsesne Code Here


http://fadhliihsan92.blogspot.com

Search This Blog

Powered by Blogger.

Blog Archive