Blog ini digunakan guna berbagi segala jenis ilmu pengetahuan yang akan dipahami oleh semua kalangan terutama ilmu mengenai Hukum yang dipelajari di Indonesia

Hukum Islam Dalam Kurikulum Fakultas Hukum


Di dalam beberap tulisan, bahkan di dalam daftar nama mata kuliah Keahlian Hukum Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum (1983), mata kuliah Hukum Islam dinamakan Hukum Islam I. Ini disebabkan karena dahulu dalam kurikulum fakultas hukum, Hukum Islam dibagi dua. Bagian satu di sebut Hukum Islam I dan Bagian dua di sebut Hukum Islam II. Hukum Islam I adalah dasar atau pengantar Hukum Islam II, sedangkan Hukum Islam II adalah lanjutan Hukum Islam I. Kedua- dua nya merupakan bagian Hukum Islam. Isi buku Hukum Islam II adalah  Hukum Perkawinan dan Kewarisan Islam. Namun, dalam perkembangan kemudian, materi Hukum Islam II, Di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ditambah dengan susunan, wewenang dan hukum acara Peradilan Agama serta zakat, kendatipun, karena kekurangan waktu, hanya di singgung sepintas lalu.
Alasan Hukum Islam ada di dalam Kurikulum Fakultas Hukum sebagai berikut:
1.       Alasan Konstitusional
Dibawah Bab Agama, dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa Negara                (Republik Indonesia) berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Hazairin, semasa hidupnya Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, norma dasar yang tersebut dalam Pasal 29 ayat (1) itu tafsirannya antara lain hanya mungkin (Demokrasi Pancasila, 1981 : 18): (1) Dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat Nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu-Bali bagi orang-orang Hindu-Bali atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama Budha bagi orang-orang Budha. (2) Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu- Bali bagi orang Bali, sekadar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan negara.
2.       Alasan Ilmiah
Sebagai bidang ilmu, hukum islam telah lama dipelajari secara ilmiah, bukan saja oleh orang-orang Islam sendiri tetapi juga oleh orang-orang non-Muslim. Orang Barat non-Muslim ini, yang biasa di sebut dengan istilah orientalis, mempelajari hukum islam dengan berbagai tujuan yang senantiasa berubah-ubah. Mula-mula mereka mempelajari agama Islam dan hukum Islam untuk mempertahankan kesatuan wilayah negara mereka dari pengaruh kekuasaan Islam.
Seperti diketahui, pada pertengahan abad ke-16, Turki adalah negara Islam yang mempunyai wilayah kekuasaan sampai ke Eropa (Timur) sekarang. Selanjutnya, mungkin karena benci dan dendam akibat perang salib yang berlangsung lebih kurang dua ratus tahun lamanya (1095-1270 M), Orang Eropa mempelajari Islam dan Hukum Islam untuk menyerang Islam dari dalam dengan cara mencari-cari atau mengada-adakan kelemahannya.
Dalam perkembangan lebih lanjut, orang Barat mempelajari Islam secara ilmiah untuk tujuan-tujuan politik guna mengukuhkan penjajahan Barat di benua Afrika, Timur Tengah dan Asia yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Contoh klasik generasi ini adalah Cristian Snouck Hurgronje yang sangat terkenal dengan teori resepsi dan politik Islam nya yag memuat garis-garis besar kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda  dahulu dalam menghadapi dan mengendalikan Islam di Indonesia. Dalam periode berikutnya muncullah kelompok orientalis yang mengadakan pengkajian Islam dan Hukum Islam dengan tujuan untuk memahami Islam dan umat Islam guna perkembangan kerjasama dengan negara Islam dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Aliran ini tumbuh dan berkembang setelah perang Dunia II, waktu hubungan ekonomi dan perdagangan antara negara-negara Barat dengan negara-negara Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara semakin meningkat.
3.       Alasan Sejarah
Di semua Sekolah Tinggi (Fakultas) Hukum yang didirikan oleh Pemerintah Belanda dahulu, di ajarkan Hukum Islam atau yang mereka sebut Mohammedaansch Recht. Tradisi ini dilanjutkan oleh fakultas hukum yang didirikan setelah Indonesia merdeka.
Penamaan Mohammedaansch Recht untuk Hukum Islam tidak tepat, sebab berbeda dengan hukum-hukum yang lai, hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari agama Islam yang berasal dari Allah Tuhan Yang Maha Esa. Berbeda dengan agama-agama lainnya, agama Islam bukanlah agama yang didasarkan pada pribadi penyebarnya, tetapi pada Allah sendiri. Di dalam Islam Tuhanlah yang menjadi segala-galanya. Peranan Nabi Muhammad sebagai Utusan Allah hanyala menyampaikan ajaran dan pokok-pokok hukum yang berasal dari Allah. Maka Menyebut Hukum Islam sebagai Mohammedaansch Recht tidaklah tepat seperti yang terdapat dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Hukum sebelum perang dunia kedua dahulu.
4.       Alasan Penduduk
Menurut sensus, hamper Sembilan puluh persen (tepatnya 88,09% menurut sensus 1980), penduduk Islam mengaku beragama Islam. Ini berarti bahwa mayoritas manusia yang mendiami kepulauan Nusantara ini adalah pemeluk agama Islam. Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga penduduknya beragama Islam, jumlah pemeluk agama Islam di tanah air kita ini adalah yang terbesar.
Karena penduduk Indonesia ini mayoritas beragama Islam, maka sejak dahulu para pegawai, para pejabat pemerintahan dan atau para pemimpin yang akan bekerja di Indonesia selalu dibekali dengan pengetahuan keislaman, baik mengenai lembaganya maupun mengenai hukumnya yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Muslim Indonesai.
5.       Alasan Yuridis
Di tanah air kita hukum Islam berlaku secara:
a.       Normatif
Adalah (bagian) hukum Islam yang mempunyai sanksi kemasyarakatan apabila norma-normanya dilanggar. Kuat tidaknya sanksi kemasyarakatan dimaksud tergantung pada kuat lemahnya kesadaran umat Islam akan norma-norma hukum Islam yang bersifat normatif.
Hukum Islam yang berlaku secara normatif di Indonesia banyak sekali di antaranya dalam pelaksanaan ibadah shalat, puasa, zakat, dan haji. Hampir semua bagian hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan bersifat normatif.
b.      Formal yuridis
Adalah (bagian) hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bagian hukum Islam ini menjadi hukum positi berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, seperti hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum wakaf yang telah dikomplikasi (1988), hukum wakaf dan sebagainya.
Oleh karena itu, orang yang akan menjadi penegak atau pelaksana hukum dalam masyarakat Islam Indonesi, harus mempelajari hukum Islam, dan perangkat penegakan tersebut agar ia berhasil dalam melaksanakan tugasnya kelak di tengah-tengah masyarakat Muslim.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Penggelapan (Buku II Bab XXIV KUHP)

BAB XXIV PENGGELAPAN Pasal 372 Baragsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian a...

Pages

Ads by Google

Get This Pop-up Window

Your Adsesne Code Here


http://fadhliihsan92.blogspot.com

Search This Blog

Powered by Blogger.

Blog Archive